Rusinah Baskha. Powered by Blogger.

Tuesday, May 27, 2014

KEBENARAN ISRA` MI`RAJ BERDASARKAN RELATIVITAS EINSTEIN

Isra’ dan Mi’raj. Secara istilah,
Isra’ berjalan di waktu malam hari, sedangkan Mi’raj adalah alat
(tangga) untuk naik. Peristiwa Isra’ Mi'raj terbagi dalam 2 peristiwa. Dalam Isra’, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam "diberangkatkan" oleh Allah
SWT dari Masjidil Haram hingga
Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi'raj
Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke
langit sampai ke Sidratul Muntaha
yang merupakan tempat tertinggi.
Di sini Beliau mendapat perintah
langsung dari Allah SWT untuk
menunaikan salat lima waktu.
Prosesi sejarah perjalanan Isra’’
Mi’raj Nabi Muhammad termaktub
dalam firman Allah :
“Maha suci Allah yang menjalankan
hamba-Nya pada suatu malam dari
Masjidil Haram ke Majidil Aqsha
yang Kami berkahi sekelilingnya
agar Kami memperlihatkan
kepadanya sebahagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. (QS. 17.Al- Isra’’ :1) “Dan sesungguhnya dia (Nabi Muhammad SAW) telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, di Sidratul Muntaha. Di dekat (Sidratul Muntaha) ada syurga tempat tinggal. (Dia melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh suatu selubung. Penglihatannya tidak
berpaling dari yang dilihatnya itu
dan tidak (pula) melampauinya.
Sesungguhnya dia telah melihat
sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling
besar.” (QS. An-Najm:13-18)
Sejarah mencatat Isra’ Mi’raj
merupakan peristiwa yang fantastis dan sulit dicerna akal. Banyak yang menganggap itu adalah sebuah peristiwa metafisika yang tidak rasional. Dimana Kebenaran metafisika adalah kebenaran naqliyah yang tidak harus dibuktikan secara akal, namun lebih bersifat imani. Valid tidaknya kebenaran peristiwa metafisika- secara akal, bukanlah soal selagi ia diimani. Sehingga banyak orang yang meragukan kebenaran dari Isra’ Mi’raj dengan menganggap Isra’` Mi`raj sebagai sesuatu yang mengada-ada dan dongeng Nabi
Muhammad belaka. Tapi siapa sangka dan bukan suatu kebetulan kiranya, jika kemudian Allah pada awal abad ke - 20 ciptakan seorang manusia bernama Albert Einstein, fisikawan ternama berbangsa Yahudi yang dengan teori Relativitasnya, kebenaran fenomena Isra’ Mi’raj menjadi
rasional alias kebenarannya dapat dibuktikan secara nyata. Untuk bisa memahami konsep relativitas waktu, kita harus memahami dulu yang dimaksud dengan Waktu (Time). Dalam fisika, waktu merupakan salah satu besaran pokok yang melambangkan periode atau interval yang bisa diukur secara pasti (satuan
internasionalnya adalah detik).
Kita tahu bahwa 1 hari terdiri dari
24 jam, 1 jam 60 menit, dan 1 menit
60 detik. 1 detik didefinisikan
sebagai jumlah osilasi atom
Cesium-133 ( 9.192.631.770
osilasi) pada jam atom. Dengan
konstanta-konstanta yang terlibat
ini, kita tentunya langsung
menyimpulkan bahwa waktu memiliki
nilai absolut (eksak) dan bukan
merupakan besaran yang nilainya
relatif terhadap suatu acuan
tertentu.
Tetapi Einstein mengubah
pandangan ini saat mengemukakan
teori relativitasnya. Menurut
Einstein, semakin besar kecepatan
gerak suatu benda atau partikel,
waktu akan berjalan semakin
lambat bagi benda atau partikel
tersebut. Saat kecepatannya
mendekati kecepatan cahaya,
waktu berjalan sangat lambat.
Bagaimana kalau ada benda atau
partikel yang bisa bergerak dengan
kecepatan melebihi kecepatan
cahaya? Waktu akan berjalan
begitu lambatnya sehingga benda
yang bergerak dengan kecepatan
setinggi itu bisa kembali ke posisi
awal dengan sangat cepat. Saking
cepatnya, benda itu sudah kembali
berada di posisi awalnya sebelum
benda itu mulai bergerak.
Teori relativitas Einstein dapat
dibuktikan dengan perjalanan ke
ruang angkasa. Para astronot
meninggalkan bumi menggunakan
pesawat ulang-alik yang meluncur
dengan kecepatan sangat tinggi.
Jika mereka melakukan perjalanan
selama 1 tahun di ruang angkasa
dan kemudian kembali ke bumi,
mereka bisa menemukan bahwa bumi
mencatat waktu perjalanan mereka
mencapai 10 tahun! Ini berarti dua
orang atau benda yang bergerak
dengan kecepatan berbeda akan
mengalami durasi waktu yang
berbeda pula. Dan Albert Einstein
menambahkan bahwa apabila suatu
benda melebihi kecepatan cahaya
(v>c) maka benda tersebut akan
kembali ke masa lalu.
Dan, inilah yang telah direfleksikan
Buraq, hewan sejenis kuda
bersayap sebagai kendaraan Nabi
saat melakukan perjalanan Isra`.
Ketika memulai perjalanan yaitu
dari Masjid Alharam (Mekkah),
dengan daya kecepatan buraq (v>c)
, Nabi tidaklah mengarah ke masa
depan. Namun kembali ke masa lalu.
Dan, melewati masa lalu itulah Nabi
memberangkatkan perjalanannya.
Hingga, seiring guliran-guliran
waktu perjalanan itu,
perjalananpun melaju ke titik
waktu saat mana beliau baru
memulai. Hingga, kesan yang ada
pun seolah-olah Nabi melakukan
perjalanan Isra` Mi`raj hanyalah
sesaat.
Dari penjelasan diatas Albert
Einstein seolah-olah merefleksikan
bahwa Isra’ Mi’raj adalah
perjalanan menembus waktu. Dan
kita dapat menyimpulkan bahwa
peristiwa Isra’ Mi’raj adalah
BENAR. Bagaimana mungkin seorang
manusia yang hidup pada 14 Abad
yang silam dapat membuat sebuah
cerita atau teori yang dapat
dibuktikan didalam abad ke 20
dengan sedemikian detailnya.
Dengan kata lain tidak mungkin
Rasulullah SAW mencontoh teori
Albert Einstein yang lahir
sesudahnya.
Subhanallah. Semoga
Bermanfaat !!!
Wassalamualaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh
dikutip dari: El-Abad

0 komentar:

Post a Comment

 

Find me on

Facebook  Twitter  Instagram  Youtube

Jumlah Viewer Sampai Saat ini: